21 December 2016

Perbandingan Iktikad Baik dalam Proses Mediasi Antara Perma Nomor : 1 Tahun 2008 dengan Perma Nomor : 1 Tahun 2016

Pada tanggal 03 Februari 2016 Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menggantikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Terdapat banyak perubahan yang dibawa oleh Perma Nomor 1 tahun 2016 tersebut. Salah satudiantaranya adalah mengenai iktikad baik para pihak yang berperkara dalam menempuh mediasi. Mengenai Iktikad Baik ini sebelumnya telah diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2008, akan tetapi pengaturannya tidak terlalu rinci. 

Pasal yang mengatur mengenai Iktikad Baik dalam proses mediasi berdasarkan Perma Nomor : 1 tahun 2008 adalah Pasal 12 mengenai “Menempuh Mediasi dengan Iktikad Baik” yang berbunyi : “(1) Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik, (2) Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi  jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik.”Pengaturan mengenai iktikad baik dalam Perma ini hanya sebatas ketentuan bahwa para pihak wajib menempuh mediasi dengan iktikad baik  dan jika salah satu pihak beriktikad tidak baik maka pihak lainnya dapat menyatakan mundur. Tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai keadaan / kondisi yang bagaimana para pihak dapat dinyatakantidak beriktikad baik, serta tidak adanya konsekuensi yang diterima oleh pihak yang dinyatakan tidak beriktikad baik (terdapat pengaturan dalam Pasal 23 ayat (3) bahwa Hakim hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut sesuai kehendak para pihak, tidak bertentangan dengan hukum, tidak merugikan pihak ketiga, dapat dieksekusi dan dengan iktikad baik. Ketentuan tersebut bukan akibat hukum apabila salah satu / para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik. Ketentuan tersebut hanya mengatur akibat hukum apabila materi dari kesepakatan perdamaian yang dibuat mengandung iktikad tidak baik)
Pengaturan mengenai iktikad baik ini kemudian diperbarui dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 yang menggantikan Perma Nomor 1 Tahun 2008. Pasal 7 Perma Nomor 1 Tahun 2016 mengatur mengenai Iktikad Baik Menempuh Mediasi. Pasal 7 ayat (1) menentukan bahwa : “Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh mediasi dengan iktikad baik.” Amanat utama dalam Pasal 7 ayat (1)  ini bahwa mediasi wajib ditempuh dengan iktikad baik, namun yang berbeda dengan Perma Nomor 1 tahun 2008, dalam Perma nomor 1 Tahun 2016, selain para pihak, ditegaskan pula bahwa kuasa hukum dari para pihak juga harus beriktikad baik dalam menempuh mediasi. Kemudian Pasal 7 ayat (2) Perma Nomor 1 Tahun 2016 menjelaskan kondisi dimana salah satu / para pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dikatakan beiktikad tidak baik. Kondisi pertama, apabila salah satu / para pihak dan/atau kuasa hukumnya tidak hadir setelah dipanggil secara patut (minimal 3 hari kerja; Pasal 122 HIR) 2 kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah (kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter, dibawah pengampuan, mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri, atau menjalankan tugas negara, tuntutan profesi, atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan; Pasal 6 ayat (4) Perma Nomor 1 tahun 2016). Kondisi kedua, apabila salah satu / para pihak dan/atau kuasa hukumnya menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut (minimal 3 hari kerja; Pasal 122 HIR) 2 kali berturut-turut tanpa alasan sah (merujuk pada Pasal 6 ayat (4) Perma Nomor 1 tahun 2016). Kondisi ketiga, apabila salah satu / para pihak dan/atau kuasa hukumnya tidak hadir berulang-ulang yang menggangu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan yang sah (merujuk pada Pasal 6 ayat (4) Perma Nomor 1 tahun 2016). Jadi pihak yang menghadiri pertemuan mediasi pertama, namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya tidak hadir meski telah dipanggil secara patut akan dinyatakan beriktikad tidak baik (kondisi kedua) ataupun ketidakhadiran salah satu pihak / para pihak dan/atau kuasa hukumnya yang berulang-ulang sehingga menggangu jadwal pertemuan mediasi (kondisi ketiga). Kondisi keempat, apabila salah satu / para pihak dan/atau kuasa hukumnya menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain. Pada kondisi ini, meski pihak dan/atau kuasa hukumnya hadir, dapat dikatakan beriktikad tidak baik apabila tidak mengajukan resume perkara atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain. Kondisi kelima, apabila salah satu / para pihak dan/atau kuasa hukumnya tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Pembaruan berikutnya terkait iktikad baik adalah mengenai konsekuensi yang diterima pihak yang dinyatakan beriktikad tidak baik. Mediator yang menyatakan salah satu / para pihak tidak beriktikad baik akan menyampaikannya kepada Hakim Pemeriksa Perkara (Majelis Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara (Pasal 1 butir 12 Perma Nomor 1 Tahun 2016) bahwa mediasi tidak berhasil / tidak dapat dilaksanakan (Pasal 32 Perma Nomor 1 Tahun 2016). Pihak yang dinyatakan tidak beriktikad baik akan menanggung akibat hukum. Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik, akan menerima akibat hukum berupa(Pasal 22 Perma Nomor 1 tahun 2016):
-        Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa perkara;
-        Menanggung biaya mediasi; dan
-        Menanggung biaya perkara.

Sedangkan tergugat yang dinyatakan tidak beiktikad baik akan menerima akibat hukum berupa kewajiban pembayaran biaya mediasi dan apabila kedua pihak (penggugat dan tergugat) dinyatakan tidak beriktikad baik maka Hakim Pemeriksa Perkara menyatakan gugatan tidak dapat diterima tanpa penghukuman biaya mediasi (Pasal 23 Perma Nomor 1 Tahun 2016). (By : Devina Puspita Sari, SH ; Staf Kepegawaian Pengadilan Negeri Tobelo)

No comments:

Post a Comment