26 December 2016

Peraturan Perundang-Undangan dan Asas Pembentukannya

Pengaturan mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan. Adapun jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No. 12 / 2011 terdiri atas :

a.    Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.    Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.    Peraturan Pemerintah;
e.    Peraturan Presiden;
f.     Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.    Peraturan Daerah Kabupaten / Kota
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarkhi sebagaimana dimaksud di atas.

Selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 / 2016 bahwa jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Sedangkan yag dimaksud dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional.

Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pancasila memiliki posisi yang sangat penting dalam sistem hukum nasional. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan  / Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menempatkan Pancasila sebagai dasarr ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (1) mengatur posisi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “hukum dasar” adalah norma dasar bagi Pembentuk Peraturan Perundang-undangan  yang merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011, yang meliputi :
a.    Kejelasan tujuan;
Bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b.    Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
Bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c.    Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
d.    Dapat dilaksanakan;
Bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus diperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e.    Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
Bahwa setia[ {eraturan {erundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f.     Kejelasan rumusan;
Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusun Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g.    Keterbukaan
Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

No comments:

Post a Comment